SitusInfoPedia.com, Jakarta - Pemerintah Arab Saudi dikabarkan kembali mengeksekusi mati seorang tenaga kerja Indonesia asal Majalengka, Tuty Tursilawati, pada Senin (29/10) kemarin.
Direktur Eksekutif Migran Care Wahyu Susilo mengecam eksekusi mati yang dilakukan Saudi tanpa notifikasi kepada perwakilan RI di sana.
Baca Juga
"Migrant care memprotes keras eksekusi terhadap Tuty Tursilawati. Ini menambah record buruk Saudi yang hingga sekarang juga dituntut masyarakat internasional atas kasus kematian misterius Jamal Khashoggi (wartawan pengkritik Raja Salman)," kata Wahyu melalui pesan singkat dilansir SitusInfoPedia, Selasa (30/10).
Wahyu mengaku kabar eksekusi Tuty didapatnya dari Kementerian Luar Negeri RI. Dia menuturkan Kemlu pun tidak diberi pemberitahuan oleh Saudi sebelum eksekusi dilakukan.
"Menurut Kemlu, Tuty dieksekusi pada 29 Oktober 2018 dan perwakilan RI di sana tidak diberi notifikasi," ujarnya.
Tuty merupakan salah satu dari 16 WNI yang didakwa hukuman mati di Saudi.
Tuty ditangkap pada 2010 silam karena dituding membunuh sang majikan. Perempuan kelahiran 1984 itu diduga membunuh majikannya dengan alasan membela diri dari upaya pelecehan seksual.
Hingga kini, Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Lalu Muhammad Iqbal belum mengonfirmasi terkait kabar eksekusi ini.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengakui informasi itu. Namun, dia enggan merinci dan menyerahkan paparan lebih mendalam kepada Kementerian Luar Negeri.
"Benar," kata Agus.
Tanggapi Nota Protes Eksekusi TKI
Pemerintah Indonesia berharap Arab Saudi menangapi nota protes yang dilayangkan terkait eksekusi mati seorang tenaga kerja Indonesia, Zaini Misri, Minggu (18/3).
"Kami berharap ada klarifikasi, tapi kami tidak akan menunggu karena ini bukan seperti surat menyurat yang harus ditunggu," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir dilansir SitusInfoPedia dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/3).
Arrmanatha menyatakan klarifikasi tersebut tidak harus diberikan dalam bentuk tertulis, tapi bisa melalui pertemuan atau kesempatan informal lain.
Menurut Arrmanatha, tujuan dari nota protes ini adalah agar pihak Saudi mengetahui sikap dan pendirian Indonesia terkait eksekusi mati Zaini.
"Yang penting mereka sudah mengerti posisi dan concern kita," ucap Arrmanatha.
Kemlu memprotes eksekusi Zaini karena dilakukan tanpa pemberitahuan atau notifikasi sebelumnya kepada pemerintah RI.
Selain itu, eksekusi juga dilaksanakan ketika proses permintaan peninjauan kembali (PK) kasus Zaini untuk kedua kalinya baru dimulai.
"Meski kami tahu bahwa pemerintah Saudi tidak punya kewajiban memberitahu pemerintah asing untuk menindak warga asing yang terjerat kasus hukum, tapi seharusnya Riyadh bisa tetap menyampaikan notifikasi kepada pemerintah RI sebelum eksekusi Zaini dilakukan, melihat hubungan kedua negara yang sudah dekat," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal, Senin lalu.
Zaini ditahan pihak berwenang Saudi sejak 13 Juli 2004 lalu atas tuduhan membunuh majikan, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy. Tuduhan itu dilayangkan pertama kali oleh anak sang majikan.
Saudi kemudian melayangkan vonis hukuman mati kepada Zaini pada November 2008. Selama proses hukum berlangsung, Zaini tidak diperbolehkan didampingi kuasa hukum dari pemerintah sekalipun.
Pemerintah baru bisa mendapat akses kekonsuleran dan mendampingi Zaini setelah vonis dijatuhkan.
Sejak itu, pemerintah melalui pengacara Zaini telah dua kali mengajukan PK, yakni pada Januari 2017 lalu dan Januari 2018.
"Namun kami sangat menyayangkan sekali proses eksekusi dilakukan saat proses PK kedua sedang dilakuan. Padahal, 20 Februari 2018 kemarin, pengacara Zaini baru mendapat arahan dari kejaksaan agung Saudi yang mempersilakan untuk menyampaikan permintaan PK," kata Iqbal.
Sejak 2008-2018, Iqbal mengatakan tim perlindungan WNI telah menemui Zaini di penjara sebanyak 40 kali. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah juga sudah tiga kali memfasilitasi keluarga untuk bertemu keluarga untuk menjajaki kemungkinan penyelesaian dengan damai oleh ahli waris korban.
Namun, sampai detik terakhir sebelum eksekusi, keluarga majikan tidak menerima permohonan maaf pihak Zaini.
"Karena ini hukuman mati, yang bisa meringankan atau memaafkan hanyalah keluarga korban. Hingga detik terakhir, keluarga ahli korban tidak membuka jalan maaf terhadap Zaini sehingga proses eksekusi tetap dilakukan," kata Iqbal.
No comments:
Post a Comment